UMRI Gelorakan Gerakan Wakaf melalui Makan Jadi Amal, Belanja Jadi Pemberdayaan

Pekanbaru (umri.ac.id) – Pada puncak Milad ke-113 Muhammadiyah yang digelar Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Riau pada Sabtu (22/11) pagi, Muhammadiyah Riau memperkenalkan sebuah terobosan yang lahir bukan dari ruang rapat istimewa atau forum seremonial, melainkan dari tempat yang sederhana: dapur Pondok Makan UMRI.
Mengusung tema “Belanja Kita – Wakaf Kita”, gerakan ini menunjukkan bahwa perubahan besar dapat muncul dari aktivitas harian masyarakat—dari langkah kecil yang kerap dilakukan tanpa disadari.
Selama ini wakaf identik dengan donatur besar dan program formal. Namun inisiatif ini membongkar paradigma tersebut. Melalui skema baru, sebagian keuntungan dari setiap transaksi di Pondok Makan UMRI otomatis dikonversi menjadi wakaf oleh PT Surya Abadi Madani (PT SAM)—tanpa formulir, tanpa publikasi khusus, bahkan tanpa niat eksplisit dari pelanggan.
Mahasiswa yang menambah sambal, pegawai yang makan di sela rapat, hingga dosen yang mengisi energi setelah perkuliahan, tanpa mereka sadari telah menjadi bagian dari amal jariyah.
Hasilnya mengejutkan, uang senilai Rp.15.000.000,- terkumpul hanya dari aktivitas makan sehari-hari.
Bukan dari satu donatur besar, bukan dari gala dinner, tetapi dari ribuan tindakan kecil yang terkumpul perlahan dan senyap.
Penyerahan wakaf dilakukan oleh Komisaris PT SAM, Dr H Saidul Amin, MA., kepada Majelis Wakaf PW Muhammadiyah Riau. Namun sejatinya, para wakif adalah seluruh pelanggan yang tanpa sadar telah menyumbang melalui pola konsumsi mereka.
Direktur PT SAM, Firdaus, SE MSi., menyebut bahwa unit usaha Muhammadiyah harus tampil sebagai mesin kebaikan.
“Perusahaan lain bicara laba. Kita bicara laba dan pahala,” ujarnya.
Model seperti ini menjadikan PT SAM bukan sekadar entitas bisnis, tetapi bagian dari paradigma baru: usaha Muhammadiyah tidak hanya berdagang, tetapi membangun peradaban.
Ketua PW Muhammadiyah Riau, Dr. Hendri Sayuti, MA., menyebut gerakan ini sebagai revolusi kecil—revolusi yang tidak memerlukan sorotan kamera, tetapi bekerja setiap hari dan memberi dampak nyata.
“Konsep ini dimulai di Pondok Makan UMRI. Selanjutnya akan diterapkan di Minimarket UMRI, dan kita harapkan merambah ke seluruh Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di Riau,” ujarnya.
Komisaris PT SAM yang juga merupakan Rektor UMRI, Dr H Saidul Amin, MA., dalam sambutannya menyampaikan apresiasi mendalam terhadap terobosan yang lahir dari dapur UMRI ini. Menurutnya, gerakan ini sejalan dengan karakter Muhammadiyah yang sejak awal selalu bergerak untuk memberi manfaat nyata bagi umat.
“Milad ke-113 Muhammadiyah mengangkat tema besar tentang kontribusi bagi kesejahteraan rakyat. Inisiatif ini adalah wujud nyata bagaimana UMRI dan Persyarikatan hadir bukan hanya dalam bentuk program besar, tetapi melalui aktivitas harian yang sederhana namun berdampak luas,” ujarnya.
Rektor menegaskan bahwa wakaf tidak boleh lagi dipahami sebagai praktik yang eksklusif.
“Muhammadiyah kini bergerak pada level semesta. Wakaf bukan hanya milik orang kaya, tetapi milik semua orang. Melalui mekanisme ini, mahasiswa yang makan di kantin pun sudah menjadi bagian dari peradaban berbagi,” tegas Dr Saidul Amin yang juga menjabat sebagai Vice Chancellor Universiti Muhammadiyah Malaysia (UMAM).
Beliau juga menyampaikan bahwa UMRI akan terus menjadi pionir dalam inovasi kebaikan yang mudah, sederhana, dan berkelanjutan.
Jika konsep ini meluas hingga ke daerah lain, bahkan ke tingkat nasional, Indonesia berpotensi menyaksikan lahirnya gelombang baru wakaf yang lebih inklusif: wakaf yang mudah, dekat dengan kehidupan, dan dapat dilakukan siapa saja.
Inti gerakan Belanja Kita – Wakaf Kita adalah memudahkan kebaikan mengalir melalui rutinitas, orang makan → umat diberdayakan. Orang belanja → fasilitas publik tumbuh, dan orang tanpa niat khusus → tercatat sebagai wakif
Dari meja makan dan rak belanja, Muhammadiyah Riau menunjukkan bahwa peradaban tidak selalu dibangun melalui proyek raksasa. Terkadang ia tumbuh dari hal-hal kecil—dari sendok nasi hingga struk belanja—asal ada mekanisme yang memudahkan kebaikan berjalan.
Sebuah gerakan sederhana dengan dampak besar, dan mungkin inilah wajah baru wakaf Indonesia. (Rls/Muhansir)